Sekilas tentang 'Online Vigilance', Kebiasaan yang Bisa Bikin Kamu Cepat Panik dan Stres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Buat kamu yang tidak bisa lepas dari ponsel dan dunia daring selama nyaris 24 jam dan 7 hari, berarti kamu sudah punya kebiasaan online vigilance.
Istilah online vigilance dipakai para peneliti untuk menyebut kebiasaan selalu mengecek ponsel secara terus-menerus sepanjang hari, termasuk mengecek apa yang terjadi di dunia maya, me-refresh berulang-ulang Instagram, Twitter, atau TikTok, juga waspada terhadap notifikasi yang masuk di surel.
Dalam penelitian berjudul " The Relationship Between Online Vigilance and Affective Well-Being in Everyday Life: Combining Smartphone Logging with Experience Sampling " yang diterbitkan pada Mei 2020, para peneliti menyebut bahwa kebiasaan online vigilance berefek buruk untuk otak pelakunya.
Penelitian ini meneliti 1.800 lebih responden dan meneliti keterkaitan antara aktivitas daring dengan tingkat stres responden.
Foto: Getty Images
Menurut para peneliti dari studi tersebut, ada tiga tanda dari orang yang punya kebiasaan online vigilance. Pertama, yaitu secara konsisten memikirkan dunia maya, dari media sosial hingga aplikasi pesan singkat sepeti WhatsApp.
Kedua, terobsesi sepanjang waktu dengan dunia maya. Ciri-cirinya, dengan selalu membuka banyak tabdan rajin mengecek ponsel. Ketiga, langsung bereaksi ketika ada notifikasi. ( )
Memang, kalau baca ciri-cirinya, susah buat kita hidup tanpa punya kebiasaan tersebut. Apalagi, beberapa pekerjaan ada yang menuntut untuk punya kebiasaan online vigilance.
Sebenarnya, masalahnya bukan pada kuantitas surel atau notifikasi yang kamu terima dan kamu baca, tapi terkoneksi secara permanen dan terus-menerus yang bisa bikin otak kamu kewalahan, dan akhirnya bikin stres .
Mengutip Bustle, dengan terus menerus terkoneksi, umumnya kamu akan melakukan multitasking juga. Misalnya, sambil mengerjakan tugas, sambil membalas pesan WhatsApp, nonton drama favorit, sambil makan juga.
Foto: Getty Images
Nah, padahal menurut sebuah studi pada 2014, melakukan berbagai aktivitas secara bersamaan seperti itu bisa mengecilkan ukuran area yang disebut anterior cingulate cortex. Konsekuensi dengan mengecilnya area tersebut, maka kamu akan kesulitan saat harus membuat keputusan dengan cepat.
Selain itu, selalu memikirkan dunia daring atau internet akan membuat otak kamu tidak punya cukup sumber daya untuk menangani hal-hal atau peristiwa yang situasional, yang akhirnya membuat kamu gampang atau cepat stres.
Terhubung selama 24 jam dan 7 hari ke dunia maya juga akan bikin otak kamu sensitif terhadap suara dan sinyal notifikasi. Nah, kalau kamu tidak bisa langsung merespons notifikasi itu, maka kamu jadi gampang kesal, panik, dan merasa bersalah .
Tidak ada informasi apakah tingkat stres yang dialami kalau kamu punya kebiasaan online vigilance bakal bertahan lama atau permanen. Meski begitu, kalau kamu benar-benar peduli dengan kesehatan otak dan mental kamu, mestinya kebiasaan ini bisa dikurangi perlahan-lahan. ( )
Istilah online vigilance dipakai para peneliti untuk menyebut kebiasaan selalu mengecek ponsel secara terus-menerus sepanjang hari, termasuk mengecek apa yang terjadi di dunia maya, me-refresh berulang-ulang Instagram, Twitter, atau TikTok, juga waspada terhadap notifikasi yang masuk di surel.
Dalam penelitian berjudul " The Relationship Between Online Vigilance and Affective Well-Being in Everyday Life: Combining Smartphone Logging with Experience Sampling " yang diterbitkan pada Mei 2020, para peneliti menyebut bahwa kebiasaan online vigilance berefek buruk untuk otak pelakunya.
Penelitian ini meneliti 1.800 lebih responden dan meneliti keterkaitan antara aktivitas daring dengan tingkat stres responden.
Foto: Getty Images
Menurut para peneliti dari studi tersebut, ada tiga tanda dari orang yang punya kebiasaan online vigilance. Pertama, yaitu secara konsisten memikirkan dunia maya, dari media sosial hingga aplikasi pesan singkat sepeti WhatsApp.
Kedua, terobsesi sepanjang waktu dengan dunia maya. Ciri-cirinya, dengan selalu membuka banyak tabdan rajin mengecek ponsel. Ketiga, langsung bereaksi ketika ada notifikasi. ( )
Memang, kalau baca ciri-cirinya, susah buat kita hidup tanpa punya kebiasaan tersebut. Apalagi, beberapa pekerjaan ada yang menuntut untuk punya kebiasaan online vigilance.
Sebenarnya, masalahnya bukan pada kuantitas surel atau notifikasi yang kamu terima dan kamu baca, tapi terkoneksi secara permanen dan terus-menerus yang bisa bikin otak kamu kewalahan, dan akhirnya bikin stres .
Mengutip Bustle, dengan terus menerus terkoneksi, umumnya kamu akan melakukan multitasking juga. Misalnya, sambil mengerjakan tugas, sambil membalas pesan WhatsApp, nonton drama favorit, sambil makan juga.
Foto: Getty Images
Nah, padahal menurut sebuah studi pada 2014, melakukan berbagai aktivitas secara bersamaan seperti itu bisa mengecilkan ukuran area yang disebut anterior cingulate cortex. Konsekuensi dengan mengecilnya area tersebut, maka kamu akan kesulitan saat harus membuat keputusan dengan cepat.
Selain itu, selalu memikirkan dunia daring atau internet akan membuat otak kamu tidak punya cukup sumber daya untuk menangani hal-hal atau peristiwa yang situasional, yang akhirnya membuat kamu gampang atau cepat stres.
Terhubung selama 24 jam dan 7 hari ke dunia maya juga akan bikin otak kamu sensitif terhadap suara dan sinyal notifikasi. Nah, kalau kamu tidak bisa langsung merespons notifikasi itu, maka kamu jadi gampang kesal, panik, dan merasa bersalah .
Tidak ada informasi apakah tingkat stres yang dialami kalau kamu punya kebiasaan online vigilance bakal bertahan lama atau permanen. Meski begitu, kalau kamu benar-benar peduli dengan kesehatan otak dan mental kamu, mestinya kebiasaan ini bisa dikurangi perlahan-lahan. ( )
(ita)