Kontroversi Charlie Hebdo: Kebebasan Berekspresi atau Intoleransi?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Baru-baru ini, isu publikasi kartun Nabi Muhammad mencuat kembali setelah kasus pembunuhan seorang guru di Prancis karena memperlihatkan kartun tersebut ke muridnya dengan dalih kebebasan berekspresi.
Kartun Nabi Muhammad tersebut berasal dari majalah satire kontroversial asal Prancis, Charlie Hebdo . Majalah ini pada 2006, 2011, dan 2015 juga memublikasikan kartun Nabi Muhammad pada edisi-edisi yang menyinggung Islam.
Publikasi ini mendapat banyak kecaman dari komunitas Muslim seluruh dunia. Bahkan menyebabkan kejadian pengeboman serta penembakan sejumlah karyawannya oleh beberapa oknum.
Charlie Hebdo dianggap memprovokasi intoleransi dan mengembangkan isu Islamofobia di Eropa.
Seolah keras kepala, pada awal September 2020 lalu, pihak Charlie Hebdo mengumumkan akan memublikasikan lagi kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad tersebut.
Majalah yang berbasis sekuler (ideologi yang mendukung pemisahan antara negara dan agama atau kepercayaan apa pun) ini memang terkenal “berani” menyindir hal-hal yang dianggap tabu di masyarakat.
Foto: Reuters
Mulai pada tahun 1960-an dengan nama Hara-Kiri Magazine, majalah mingguan ini bahkan sempat dilarang peredarannya oleh pemerintah Prancis pada 1970 karena telah membuat karya satire tentang mantan Presiden Prancis, Charles de Gaulle. Kemudian muncul kembali dengan nama Charlie Hebdo.
Tidak hanya Islam, lewat satirenya, mereka juga menyinggung berbagai agama lain seperti Kristen, Katolik, dan Yahudi, serta hal-hal politik seperti pemerintah Rusia dan yang terbaru adalah karikatur cabul terkait Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Berikut beberapa kontroversi yang pernah dibuat oleh Charlie Hebdo: ( )
Satire yang Menyinggung Semua Agama, Vatikan Geram
Charlie Hebdo mengklaim mereka adalah majalah yang sangat sekuler. Majalah ini sering menggunakan karikatur-karikatur yang provokatif dan melecehkan banyak agama.
Salah satu yang kontroversial adalah karikatur penggambaran “tuhan semua agama” yang sedang membawa senjata. Dibuat menjadi sampul majalah mereka untuk memperingati satu tahun tragedi penembakan di kantor Charlie Hebdo.
Pihak Charlie Hebdo menganggap keberadaan agama dan konsep ketuhananlah yang membunuh teman-teman mereka.
Menyikapi hal ini, Vatikan angkat bicara dan berkata bahwa Charlie Hebdo sekali lagi “lupa” kalau pemimpin berbagai agama di dunia menolak kekerasan atas nama agama.
Foto: AFP
Yang melakukan penembakan di kantor mereka hanyalah oknum. Paus Fransiskus juga berkomentar bahwa menggunakan nama Tuhan untuk membenarkan kebencian adalah penistaan.
Untuk masalah kebebasan berekspresi pun, Paus Fransiskus menganggap ada batasannya karena agama mempunyai martabat. “Jika seorang teman baik mengejek ibumu, sebagai orang kesayanganmu, pasti temanmu itu akan mendapatkan ganjarannya. Hal itu wajar. Kamu tidak bisa mengejek seenaknya,” komentar Paus Fransiskus.
Karena sering dikritik banyak agama, Charlie Hebdo pun juga mengeluarkan karikatur sebagai satire untuk pengkritik mereka.
Satire Politik yang Menyinggung Tragedi Jatuhnya Kapal Militer Rusia
Pada 25 Desember 2016 silam, sebuah pesawat militer Rusia jatuh di wilayah Laut Hitam dan menewaskan 92 orang.
Setelahnya, Charlie Hebdo mengeluarkan karikatur bergambar pesawat jatuh dan gambar seorang tentara Rusia bernyanyi dan mengejek bahwa tentara yang bernyanyi tersebut gembira ketika pesawat mereka jatuh ke Laut Hitam.
Juru bicara pemerintah Rusia menanggapi hal ini sebagai penistaan murni. Ia menganggap kejadian pesawat jatuh ini tidak ada hubungannya dengan demokrasi atau kebebasan berekspresi. ( )
Karikatur Cabul Erdogan
Kontroversi terbaru yang mencuat adalah karikatur cabul Erdogan pada sampul Charlie Hebdo edisi terbaru. Erdogan digambarkan sedang memegang bir dan mengangkat rok seorang perempuan.
Karikatur ini dibuat sebagai balasan kepada Erdogan yang tidak terima adanya kartun Nabi Muhammad.
Pemerintah Turki memanggil Dubes Prancis di Ankara untuk dimintai keterangan. Menanggapi karikatur tersebut, Erdogan sampai tidak memiliki kata-kata lagi untuk orang-orang di balik majalah Charlie Hebdo.
Foto: Sky News
Budaya satire terhadap agama dan politik memang sudah menjadi tradisi di Prancis. Perilaku satire juga dilindungi konstitusi Prancis dan banyak negara Eropa lain karena lagi-lagi dianggap sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi.
Namun, menurut Roger J. Kreuz, profesor psikologi Universitas Memphis, Amerika Serikat, dalam tulisannya di theconversation.com, pada masa modern seperti saat ini, banyak yang menganggap bahwa fitnah, ujaran kebencian, dan provokasi sering dibungkus dengan satire dengan dalih kebebasan berekspresi
Sementara itu, kontroversi yang terjadi antara Charlie Hebdo dan banyak komunitas agama adalah bentuk dari benturan budaya. Satire adalah budaya Eropa yang menekankan kebebasan berekspresi.
Di sisi lain, budaya dari komunitas agama seperti Islam menganggap bahwa menistakan Tuhan adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji. Sehingga kekacauan lintas budaya pun terjadi ketika kedua budaya ini “dibenturkan”.
Karenanya, lagi menurut Roger J. Kreuz, sebagian orang bertanya-tanya apakah agama sebaiknya tidak dimasukkan menjadi topik dalam satire dan menganggap satire agama sebagai satire rendahan karena terlalu ofensif dan menyebabkan protes di banyak negara.
Namun tak sedikit juga yang menganggap bahwa pembatasan topik pada satire sama dengan membatasi kebebasan berekspresi.
Ulah Charlie Hebdo yang banyak memublikasikan satire kontroversial juga sering merugikan negara Prancis. ( )
Mulai dari sentimen terhadap warga Prancis yang tinggal di negara lain, pemanggilan dubes, sampai pemboikotan produk Prancis di berbagai negara telah menjadi masalah yang merepotkan.
Lantas apakah menurut kamu pembatasan satire tentang agama merupakan pembatasan kebebasan berekspresi?
Kartun Nabi Muhammad tersebut berasal dari majalah satire kontroversial asal Prancis, Charlie Hebdo . Majalah ini pada 2006, 2011, dan 2015 juga memublikasikan kartun Nabi Muhammad pada edisi-edisi yang menyinggung Islam.
Publikasi ini mendapat banyak kecaman dari komunitas Muslim seluruh dunia. Bahkan menyebabkan kejadian pengeboman serta penembakan sejumlah karyawannya oleh beberapa oknum.
Charlie Hebdo dianggap memprovokasi intoleransi dan mengembangkan isu Islamofobia di Eropa.
Seolah keras kepala, pada awal September 2020 lalu, pihak Charlie Hebdo mengumumkan akan memublikasikan lagi kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad tersebut.
Majalah yang berbasis sekuler (ideologi yang mendukung pemisahan antara negara dan agama atau kepercayaan apa pun) ini memang terkenal “berani” menyindir hal-hal yang dianggap tabu di masyarakat.
Foto: Reuters
Mulai pada tahun 1960-an dengan nama Hara-Kiri Magazine, majalah mingguan ini bahkan sempat dilarang peredarannya oleh pemerintah Prancis pada 1970 karena telah membuat karya satire tentang mantan Presiden Prancis, Charles de Gaulle. Kemudian muncul kembali dengan nama Charlie Hebdo.
Tidak hanya Islam, lewat satirenya, mereka juga menyinggung berbagai agama lain seperti Kristen, Katolik, dan Yahudi, serta hal-hal politik seperti pemerintah Rusia dan yang terbaru adalah karikatur cabul terkait Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Berikut beberapa kontroversi yang pernah dibuat oleh Charlie Hebdo: ( )
Satire yang Menyinggung Semua Agama, Vatikan Geram
Charlie Hebdo mengklaim mereka adalah majalah yang sangat sekuler. Majalah ini sering menggunakan karikatur-karikatur yang provokatif dan melecehkan banyak agama.
Salah satu yang kontroversial adalah karikatur penggambaran “tuhan semua agama” yang sedang membawa senjata. Dibuat menjadi sampul majalah mereka untuk memperingati satu tahun tragedi penembakan di kantor Charlie Hebdo.
Pihak Charlie Hebdo menganggap keberadaan agama dan konsep ketuhananlah yang membunuh teman-teman mereka.
Menyikapi hal ini, Vatikan angkat bicara dan berkata bahwa Charlie Hebdo sekali lagi “lupa” kalau pemimpin berbagai agama di dunia menolak kekerasan atas nama agama.
Foto: AFP
Yang melakukan penembakan di kantor mereka hanyalah oknum. Paus Fransiskus juga berkomentar bahwa menggunakan nama Tuhan untuk membenarkan kebencian adalah penistaan.
Untuk masalah kebebasan berekspresi pun, Paus Fransiskus menganggap ada batasannya karena agama mempunyai martabat. “Jika seorang teman baik mengejek ibumu, sebagai orang kesayanganmu, pasti temanmu itu akan mendapatkan ganjarannya. Hal itu wajar. Kamu tidak bisa mengejek seenaknya,” komentar Paus Fransiskus.
Karena sering dikritik banyak agama, Charlie Hebdo pun juga mengeluarkan karikatur sebagai satire untuk pengkritik mereka.
Satire Politik yang Menyinggung Tragedi Jatuhnya Kapal Militer Rusia
Pada 25 Desember 2016 silam, sebuah pesawat militer Rusia jatuh di wilayah Laut Hitam dan menewaskan 92 orang.
Setelahnya, Charlie Hebdo mengeluarkan karikatur bergambar pesawat jatuh dan gambar seorang tentara Rusia bernyanyi dan mengejek bahwa tentara yang bernyanyi tersebut gembira ketika pesawat mereka jatuh ke Laut Hitam.
Juru bicara pemerintah Rusia menanggapi hal ini sebagai penistaan murni. Ia menganggap kejadian pesawat jatuh ini tidak ada hubungannya dengan demokrasi atau kebebasan berekspresi. ( )
Karikatur Cabul Erdogan
Kontroversi terbaru yang mencuat adalah karikatur cabul Erdogan pada sampul Charlie Hebdo edisi terbaru. Erdogan digambarkan sedang memegang bir dan mengangkat rok seorang perempuan.
Karikatur ini dibuat sebagai balasan kepada Erdogan yang tidak terima adanya kartun Nabi Muhammad.
Pemerintah Turki memanggil Dubes Prancis di Ankara untuk dimintai keterangan. Menanggapi karikatur tersebut, Erdogan sampai tidak memiliki kata-kata lagi untuk orang-orang di balik majalah Charlie Hebdo.
Foto: Sky News
Budaya satire terhadap agama dan politik memang sudah menjadi tradisi di Prancis. Perilaku satire juga dilindungi konstitusi Prancis dan banyak negara Eropa lain karena lagi-lagi dianggap sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi.
Namun, menurut Roger J. Kreuz, profesor psikologi Universitas Memphis, Amerika Serikat, dalam tulisannya di theconversation.com, pada masa modern seperti saat ini, banyak yang menganggap bahwa fitnah, ujaran kebencian, dan provokasi sering dibungkus dengan satire dengan dalih kebebasan berekspresi
Sementara itu, kontroversi yang terjadi antara Charlie Hebdo dan banyak komunitas agama adalah bentuk dari benturan budaya. Satire adalah budaya Eropa yang menekankan kebebasan berekspresi.
Di sisi lain, budaya dari komunitas agama seperti Islam menganggap bahwa menistakan Tuhan adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji. Sehingga kekacauan lintas budaya pun terjadi ketika kedua budaya ini “dibenturkan”.
Karenanya, lagi menurut Roger J. Kreuz, sebagian orang bertanya-tanya apakah agama sebaiknya tidak dimasukkan menjadi topik dalam satire dan menganggap satire agama sebagai satire rendahan karena terlalu ofensif dan menyebabkan protes di banyak negara.
Namun tak sedikit juga yang menganggap bahwa pembatasan topik pada satire sama dengan membatasi kebebasan berekspresi.
Ulah Charlie Hebdo yang banyak memublikasikan satire kontroversial juga sering merugikan negara Prancis. ( )
Mulai dari sentimen terhadap warga Prancis yang tinggal di negara lain, pemanggilan dubes, sampai pemboikotan produk Prancis di berbagai negara telah menjadi masalah yang merepotkan.
Lantas apakah menurut kamu pembatasan satire tentang agama merupakan pembatasan kebebasan berekspresi?
(it)