Positif dan Negatifnya jadi Vegetarian dan Vegan Menurut Ahli Gizi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perbedaan mendasar antara vegetarian dan vegan, seorang vegetarian masih mungkin untuk mengonsumsi produk turunan hewani seperti susu, keju, dan telur.
Lain halnya dengan vegan yang bisa dikatakan jenis vegetarian paling ketat. Vegan cuma mengonsumsi makanan nabati dan gakmengonsumsi produk turunan hewani sama sekali.
Ada beragam alasan diet vegetarian maupun vegan dipilih sebagian orang. Di antaranya karena makan-makanan nabati dipercaya punya manfaat lebih untuk kesehatan organ tubuh maupun kesehatan kulit.
Sebagian lainnya didasari pada rasa kepedulian terhadap hewan dan lingkungan.
Meski begitu, menurut Oky Setiarso, SKM, MKM, ahli gizi sekaligus pendiri program pemberdayaan gizi Kelas Belajar Oky, seorang vegan gak bisa memperoleh nutrisi dari pangan hewani seperti vitamin B12, Vitamin D, kalsium, dan zinc.
Oky Setiarso. Foto:Dok. pribadi
Untuk mengganti kalsium pada susu, Oky menyarankan vegan mengonsumsi brokoli dan untuk memperoleh zinc bisa mengonsumsi buncis dan kacang-kacangan.
“Tetapi sebenarnya protein nabati tidak bisa digantikan dengan protein hewani," ujar Oky. ( )
Dia lalu menyebut soal perempuan yang akan melahirkan. Kata Oky, kalau perempuan hamil tersebut kekurangan kalsium dan protein dari pangan hewani, maka dia cenderung kehilangan kepadatan tulang, fraktur pada pinggul tulang belakang pada usia tua.
"Terlebih lagi, laju pertumbuhan tulang akan melambat setelah usia 30 tahun,” jelas Oky.
Maka dari itu, untuk menjalankan diet vegan gak boleh sembarangan dan sebaiknya berkonsultasi dengan ahli gizi. Ahli gizi akan membantu vegan menghitung angka kecukupan gizi yang dibutuhkan.
Foto: Shutterstock
Penelitian selama bertahun-tahun membandingkan pola makan nabati dibandingkan dengan pola makan tinggi protein hewani terhadap tingkat penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan kanker.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal medis The BMJ, dikatakan bahwa vegetarian dan vegan punya peningkatan risiko stroke.
Para peneliti di Inggris menganalisis risiko stroke dan masalah kesehatan lainnya selama dua dekade di antara hampir 50.000 orang berdasarkan pola makan yang diikuti. Jenis stroke juga dianalisis, termasuk jenis stroke hemoragik (pendarahan ke otak) dan stroke iskemik (non-pendarahan).
Hasilnya, tingkat penyakit jantung adalah 22% lebih rendah pada vegetarian. Tingkat penyakit stroke 20% lebih tinggi di antara vegetarian.
Namun, risiko keseluruhannya kecil, sama dengan tiga kasus tambahan per 1.000 orang selama 10 tahun. Risiko stroke yang lebih tinggi di kalangan vegetarian sebagian besar disebabkan oleh strok hemoragik (pendarahan ke otak).
Foto:beaumont.org
Tetapi penelitian yang dilakukan dapat berbeda memperhitungkan setiap faktor relevan lainnya. Misalnya, kalau vegetarian memilih pola makan nabati karena riwayat keluarga yang terkena stroke, bisa jadi gen mereka mendorong tingkat stroke yang lebih tinggi, bukan pola makannya.
Selain sisi kesehatan, banyak kepercayaan mengenai diet vegan terhadap kondisi kesehatan kulit yang lebih baik. ( )
Lain halnya dengan vegan yang bisa dikatakan jenis vegetarian paling ketat. Vegan cuma mengonsumsi makanan nabati dan gakmengonsumsi produk turunan hewani sama sekali.
Ada beragam alasan diet vegetarian maupun vegan dipilih sebagian orang. Di antaranya karena makan-makanan nabati dipercaya punya manfaat lebih untuk kesehatan organ tubuh maupun kesehatan kulit.
Sebagian lainnya didasari pada rasa kepedulian terhadap hewan dan lingkungan.
Meski begitu, menurut Oky Setiarso, SKM, MKM, ahli gizi sekaligus pendiri program pemberdayaan gizi Kelas Belajar Oky, seorang vegan gak bisa memperoleh nutrisi dari pangan hewani seperti vitamin B12, Vitamin D, kalsium, dan zinc.
Oky Setiarso. Foto:Dok. pribadi
Untuk mengganti kalsium pada susu, Oky menyarankan vegan mengonsumsi brokoli dan untuk memperoleh zinc bisa mengonsumsi buncis dan kacang-kacangan.
“Tetapi sebenarnya protein nabati tidak bisa digantikan dengan protein hewani," ujar Oky. ( )
Dia lalu menyebut soal perempuan yang akan melahirkan. Kata Oky, kalau perempuan hamil tersebut kekurangan kalsium dan protein dari pangan hewani, maka dia cenderung kehilangan kepadatan tulang, fraktur pada pinggul tulang belakang pada usia tua.
"Terlebih lagi, laju pertumbuhan tulang akan melambat setelah usia 30 tahun,” jelas Oky.
Maka dari itu, untuk menjalankan diet vegan gak boleh sembarangan dan sebaiknya berkonsultasi dengan ahli gizi. Ahli gizi akan membantu vegan menghitung angka kecukupan gizi yang dibutuhkan.
Foto: Shutterstock
Penelitian selama bertahun-tahun membandingkan pola makan nabati dibandingkan dengan pola makan tinggi protein hewani terhadap tingkat penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan kanker.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal medis The BMJ, dikatakan bahwa vegetarian dan vegan punya peningkatan risiko stroke.
Para peneliti di Inggris menganalisis risiko stroke dan masalah kesehatan lainnya selama dua dekade di antara hampir 50.000 orang berdasarkan pola makan yang diikuti. Jenis stroke juga dianalisis, termasuk jenis stroke hemoragik (pendarahan ke otak) dan stroke iskemik (non-pendarahan).
Hasilnya, tingkat penyakit jantung adalah 22% lebih rendah pada vegetarian. Tingkat penyakit stroke 20% lebih tinggi di antara vegetarian.
Namun, risiko keseluruhannya kecil, sama dengan tiga kasus tambahan per 1.000 orang selama 10 tahun. Risiko stroke yang lebih tinggi di kalangan vegetarian sebagian besar disebabkan oleh strok hemoragik (pendarahan ke otak).
Foto:beaumont.org
Tetapi penelitian yang dilakukan dapat berbeda memperhitungkan setiap faktor relevan lainnya. Misalnya, kalau vegetarian memilih pola makan nabati karena riwayat keluarga yang terkena stroke, bisa jadi gen mereka mendorong tingkat stroke yang lebih tinggi, bukan pola makannya.
Selain sisi kesehatan, banyak kepercayaan mengenai diet vegan terhadap kondisi kesehatan kulit yang lebih baik. ( )