Bahasa Urban, dari Jakarta hingga Malang
loading...
A
A
A
JAKARTA - "Kuy, main di rumah eug!" Kalimat yang begini sering kita dengar dari mulut teman-teman kita.
Memang, buat anak muda di daerah urban, bahasa kayak gini udah lazim. Tapi buat yang lain, mungkin harus berpikir dulu untuk bisa memahami artinya. "Kuy", dibalik jadi "yuk" dan "eug" di balik jadi "gue".
Fenomena membolak-balikan kata atau reverse adalah salah satu dari fenomena bahasa anak muda di daerah urban. Bahasa anak muda berkembang di kalangan anak muda pada latar daerah perkotaan.
Salah satu tanda bahasa anak muda perkotaan adalah ragam bahasanya informal dan ada sedikit modifikasi dari bahasa baku dan standar. ( )
Saat ini, perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain adalah hal yang wajar. Jadi, pertemuan berbagai orang dari latar belakang budaya dan bahasa berbeda menciptakan bentuk bahasa yang baru.
Misalkan, kalian tinggal di Jakarta dan bersekolah di Jakarta. Kota megapolitan seperti Jakarta, akan membuat kalian bergaul dengan teman-teman dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda.
Foto: ngalam.co
Kalian akan terbiasa dengan kosakata yang tercampur antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa Inggris dalam percakapan-percakapan informal.
Mengenai bahasa yang dibolak-balik ini, ternyata bukan hanya di Jakarta aja, lho. Seorang peneliti Linguistik, DR. Nurenzia Yannuar, pernah melakukan penelitian berjudul "Bòsò Walikan Malang’s Address Practices".
Bahasa yang di balik ini ditemukan di Malang karena Malang juga merupakan area urban. Yang disebut daerah urban adalah banyaknya jumlah orang di pusat kota. Nah, di Kota Malang ada 1 juta penduduk.
Ditambah lagi, di Kota Malang juga ada beberapa universitas yang mahasiswanya berasal dari berbagai kota di Indonesia. ( )
Di Malang, ada beberapa bahasa yang dipakai. Ada bahasa Indonesia, bahasa Jawa Malangan, dan bahasa Madura. Kalau kalian lagi singgah atau main ke Malang, jangan kaget kalau lihat dan dengar bahasa Walikan.
Misalkan, matek (mati) yang di balik jadi ketam. Atau kalau kamu diajak temanmu, umak nakam dulu, itu artinya "kamu makan dulu". "Makan" dalam bahasa Walikan disebut nakamdan "kamu" disebut umak.
Foto: foursquare.com
Walikan atau bahasa yang dibalik ini adalah manipulasi kata secara struktur bunyi dan atau makna. Jadi, bisa saja kata yang dibalik punya makna yang berbeda dari kata awalnya.
Contohnya, kata manuk (burung) yang dibaliknya menjadi kunam (penis). Ada pula kata dalam bahasa asing yang dibalik, contohnya slow (lambat) yang dibalik jadi wols atau saaf diucap jadi [w o l É™ s].
Penutur bahasa Walikan punya istilah dalam upaya untuk membangun kesamaan dan menetapkan pilihan mereka. Seperti kita tahu bahwa dalam bahasa Jawa terdapat hierarkis bahasa.
Situasi seperti itu terlihat dalam praktik pemanggilan Walikan, saat penutur menyeragamkan nilai-nilai sosio-budaya Jawa yang rumit. ( )
Mengingat para penutur Walikan adalah multibahasa dalam bahasa Jawa dan Indonesia, penggunaan bahasa Walikan menimbulkan solidaritas dan egaliterisme. Walikan sebagai bahasa remaja bisa meniadakan tingkat tutur kata, yang menghasilkan sikap yang lebih egaliter.
Putri Melina Febrianti
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @putri.melinaf
Memang, buat anak muda di daerah urban, bahasa kayak gini udah lazim. Tapi buat yang lain, mungkin harus berpikir dulu untuk bisa memahami artinya. "Kuy", dibalik jadi "yuk" dan "eug" di balik jadi "gue".
Fenomena membolak-balikan kata atau reverse adalah salah satu dari fenomena bahasa anak muda di daerah urban. Bahasa anak muda berkembang di kalangan anak muda pada latar daerah perkotaan.
Salah satu tanda bahasa anak muda perkotaan adalah ragam bahasanya informal dan ada sedikit modifikasi dari bahasa baku dan standar. ( )
Saat ini, perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain adalah hal yang wajar. Jadi, pertemuan berbagai orang dari latar belakang budaya dan bahasa berbeda menciptakan bentuk bahasa yang baru.
Misalkan, kalian tinggal di Jakarta dan bersekolah di Jakarta. Kota megapolitan seperti Jakarta, akan membuat kalian bergaul dengan teman-teman dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda.
Foto: ngalam.co
Kalian akan terbiasa dengan kosakata yang tercampur antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa Inggris dalam percakapan-percakapan informal.
Mengenai bahasa yang dibolak-balik ini, ternyata bukan hanya di Jakarta aja, lho. Seorang peneliti Linguistik, DR. Nurenzia Yannuar, pernah melakukan penelitian berjudul "Bòsò Walikan Malang’s Address Practices".
Bahasa yang di balik ini ditemukan di Malang karena Malang juga merupakan area urban. Yang disebut daerah urban adalah banyaknya jumlah orang di pusat kota. Nah, di Kota Malang ada 1 juta penduduk.
Ditambah lagi, di Kota Malang juga ada beberapa universitas yang mahasiswanya berasal dari berbagai kota di Indonesia. ( )
Di Malang, ada beberapa bahasa yang dipakai. Ada bahasa Indonesia, bahasa Jawa Malangan, dan bahasa Madura. Kalau kalian lagi singgah atau main ke Malang, jangan kaget kalau lihat dan dengar bahasa Walikan.
Misalkan, matek (mati) yang di balik jadi ketam. Atau kalau kamu diajak temanmu, umak nakam dulu, itu artinya "kamu makan dulu". "Makan" dalam bahasa Walikan disebut nakamdan "kamu" disebut umak.
Foto: foursquare.com
Walikan atau bahasa yang dibalik ini adalah manipulasi kata secara struktur bunyi dan atau makna. Jadi, bisa saja kata yang dibalik punya makna yang berbeda dari kata awalnya.
Contohnya, kata manuk (burung) yang dibaliknya menjadi kunam (penis). Ada pula kata dalam bahasa asing yang dibalik, contohnya slow (lambat) yang dibalik jadi wols atau saaf diucap jadi [w o l É™ s].
Penutur bahasa Walikan punya istilah dalam upaya untuk membangun kesamaan dan menetapkan pilihan mereka. Seperti kita tahu bahwa dalam bahasa Jawa terdapat hierarkis bahasa.
Situasi seperti itu terlihat dalam praktik pemanggilan Walikan, saat penutur menyeragamkan nilai-nilai sosio-budaya Jawa yang rumit. ( )
Mengingat para penutur Walikan adalah multibahasa dalam bahasa Jawa dan Indonesia, penggunaan bahasa Walikan menimbulkan solidaritas dan egaliterisme. Walikan sebagai bahasa remaja bisa meniadakan tingkat tutur kata, yang menghasilkan sikap yang lebih egaliter.
Putri Melina Febrianti
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @putri.melinaf
(it)