Toxic Positivity: Dipaksa Berpikir Positif Terus Justru Malah Berbahaya!
Senin, 06 Januari 2020 - 20:20 WIB

Toxic positivity jadi hal yang berbahaya karena kita selalu dituntut untuk selalu merasa positif padahal manusia juga punya emosi negatif. Foto/medium.com
A
A
A
Kalimat-kalimat seperti “Jangan menyerah! Kamu pasti bisa” atau “Jangan nangis, gak boleh lemah, kamu kuat” ternyata bisa berakibat buruk buat kesehatan mental kita.
Kata-kata itu pasti sering kamu ucapkan kalo mau menyemangati teman atau keluarga kamu. Kalimat lain yang sering diucapkan juga misalnya "Ambil hikmahnya aja” atau “Kamu masih mending, masih banyak yang gak seberuntung kamu”.
Nah, ternyata kalimat sederhana kayak gitu bisa bikin mereka yang mendengarnya semakin merasa kecil hati dan bahkan bisa menimbulkan gangguan psikis. Situasi seperti ini disebut toxic positivity.
![Toxic Positivity: Dipaksa Berpikir Positif Terus Justru Malah Berbahaya!]()
Foto: psychologytoday.com
Toxic positivity adalah istilah untuk menyebut kondisi saat kita dipaksa untuk melihat sisi baik dari peristiwa buruk yang kita alami. Dalam kondisi seperti itu, orang yang bersedih jadi dilarang untuk mengekspresikan perasaannya.
Dalam jurnal Psychological Science karya Wood, dkk, disebut bahwa kata-kata positif yang diberikan kepada orang yang gak punya kepercayaan diri justru bisa berdampak negatif. Karena ini bisa membuat mereka melakukan penyangkalan dari realitas, sekaligus malah membuat perasaannya makin memburuk.
Karena kita dilarang punya perasaan negatif, kita jadi merasa harus mengabaikan perasaan tersebut.
![Toxic Positivity: Dipaksa Berpikir Positif Terus Justru Malah Berbahaya!]()
Foto: shutterstock
"Ketika kita terjebak dalam siklus ini, perasaan itu menjadi lebih besar dan lebih signifikan karena perasaan itu tidak diproses (dengan tepat). Tetapi pendekatan ini tidak tepat karena kita tidak mungkin hanya merasakan bahagia saja," ujar psikolog klinis asal New Jersey, Konstantin Lukin, dalam tulisannya berjudul "Toxic Positivity: Don’t Always Look on the Bright Side".
Tuntutan yang Menjebak
Profesor psikologi Amerika Serikat, Barbara Held, menyebut bahayanya tuntutan agar kita selalu harus bersikap positif.
"Pertama, kita akan merasa dalam kondisi buruk kalau sedang berduka. Kedua, kita merasa cacat kalau tidak bisa bersyukur atas hal-hal yang kita miliki, melanjutkan hidup, atau fokus pada hal positif,” ujarnya, dikutip dari Newsweek.
![Toxic Positivity: Dipaksa Berpikir Positif Terus Justru Malah Berbahaya!]()
Foto: thepsychologygroup.com
Kalau kita selalu dipaksa untuk mengabaikan perasaan sedih atau berduka, atau perasaan negatif lainnya, maka kita malah akan punya kecenderungan untuk menyalahkan diri karena perasaan kita gak sesuai dengan harapan kita atau harapan masyarakat.
Terus Harus Gimana?
Masyarakat menuntut kita untuk selalu bersikap positif saat kita sedang berada di titik terendah tanpa benar-benar paham hal yang kita alami dan rasakan. Padahal, dibanding memandang segalanya dengan positif, mendingan kita belajar untuk memaafkan.
![Toxic Positivity: Dipaksa Berpikir Positif Terus Justru Malah Berbahaya!]()
Foto: thinkstock
Perlu juga diketahui bahwa menyerah kadang jadi langkah yang baik untuk memulai sesuatu yang baru. Yang harus selalu kita ingat adalah, gak apa-apa kalo sedih atau nangis, tapi jangan lupa untuk memulihkan diri secara pelan-pelan.
Jadi, kalo kamu merasa sakit, jujur aja, gak perlu mesti langsung bersikap positif.
Buat kamu yang sering dicurhatin teman, cukup dengerin aja curhatan dia, pahami perasaannya tanpa menghakimi, karena itu adalah bentuk dukungan terbaik.
Nur Endah
Kontributor GenSINDO
Universitas Al-Azhar Indonesia
Instagram: @nurendah__
Kata-kata itu pasti sering kamu ucapkan kalo mau menyemangati teman atau keluarga kamu. Kalimat lain yang sering diucapkan juga misalnya "Ambil hikmahnya aja” atau “Kamu masih mending, masih banyak yang gak seberuntung kamu”.
Nah, ternyata kalimat sederhana kayak gitu bisa bikin mereka yang mendengarnya semakin merasa kecil hati dan bahkan bisa menimbulkan gangguan psikis. Situasi seperti ini disebut toxic positivity.

Foto: psychologytoday.com
Toxic positivity adalah istilah untuk menyebut kondisi saat kita dipaksa untuk melihat sisi baik dari peristiwa buruk yang kita alami. Dalam kondisi seperti itu, orang yang bersedih jadi dilarang untuk mengekspresikan perasaannya.
Dalam jurnal Psychological Science karya Wood, dkk, disebut bahwa kata-kata positif yang diberikan kepada orang yang gak punya kepercayaan diri justru bisa berdampak negatif. Karena ini bisa membuat mereka melakukan penyangkalan dari realitas, sekaligus malah membuat perasaannya makin memburuk.
Karena kita dilarang punya perasaan negatif, kita jadi merasa harus mengabaikan perasaan tersebut.

Foto: shutterstock
"Ketika kita terjebak dalam siklus ini, perasaan itu menjadi lebih besar dan lebih signifikan karena perasaan itu tidak diproses (dengan tepat). Tetapi pendekatan ini tidak tepat karena kita tidak mungkin hanya merasakan bahagia saja," ujar psikolog klinis asal New Jersey, Konstantin Lukin, dalam tulisannya berjudul "Toxic Positivity: Don’t Always Look on the Bright Side".
Tuntutan yang Menjebak
Profesor psikologi Amerika Serikat, Barbara Held, menyebut bahayanya tuntutan agar kita selalu harus bersikap positif.
"Pertama, kita akan merasa dalam kondisi buruk kalau sedang berduka. Kedua, kita merasa cacat kalau tidak bisa bersyukur atas hal-hal yang kita miliki, melanjutkan hidup, atau fokus pada hal positif,” ujarnya, dikutip dari Newsweek.

Foto: thepsychologygroup.com
Kalau kita selalu dipaksa untuk mengabaikan perasaan sedih atau berduka, atau perasaan negatif lainnya, maka kita malah akan punya kecenderungan untuk menyalahkan diri karena perasaan kita gak sesuai dengan harapan kita atau harapan masyarakat.
Terus Harus Gimana?
Masyarakat menuntut kita untuk selalu bersikap positif saat kita sedang berada di titik terendah tanpa benar-benar paham hal yang kita alami dan rasakan. Padahal, dibanding memandang segalanya dengan positif, mendingan kita belajar untuk memaafkan.

Foto: thinkstock
Perlu juga diketahui bahwa menyerah kadang jadi langkah yang baik untuk memulai sesuatu yang baru. Yang harus selalu kita ingat adalah, gak apa-apa kalo sedih atau nangis, tapi jangan lupa untuk memulihkan diri secara pelan-pelan.
Jadi, kalo kamu merasa sakit, jujur aja, gak perlu mesti langsung bersikap positif.
Buat kamu yang sering dicurhatin teman, cukup dengerin aja curhatan dia, pahami perasaannya tanpa menghakimi, karena itu adalah bentuk dukungan terbaik.
Nur Endah
Kontributor GenSINDO
Universitas Al-Azhar Indonesia
Instagram: @nurendah__
(her)