Review Film Telur Setengah Matang: Labirin Sesal Tak Berujung

Rabu, 20 Desember 2023 - 15:02 WIB
loading...
Review Film Telur Setengah Matang: Labirin Sesal Tak Berujung
Film pendek Telur Setengah Matang menggambarkan fenomena kehamilan di luar nikah di kalangan anak sekolah. Foto/Viddsee Indonesia
A A A
JAKARTA - Metafora itu terasa lengkap untuk menggambarkan keseluruhan film pendek Telur Setengah Matang yang dihadirkan Larasati Creative Lab melalui platform streaming Viddsee Indonesia.

Telur setengah matang itu sedang digoreng dengan wajan tua yang berkerak. Dibiarkan berlama-lama dalam posisi satu sisi. Sehingga saat di balik oleh seseorang suaranya seperti lelaki dewasa, sisi yang dijilati api besar itu telah jelang gosong.

Adegan itu seolah hendak mempertegas yang ditampilkan dalam adegan pembukanya. Yang menjadi pintu masuk perjalanan kisah dramatis sekaligus dilematis, bagai terjebak dalam labirin sesal di tataran hidup yang tak berujung.



Sepasang remaja belia itu, lelaki dan perempuan, duduk berbalutkan seragam sekolah. Duduk dalam gelisah dalam bangku papan panjang tanpa sandaran. Masing-masing tangan mereka seolah tak tahu arah selain meremas tanpa objek apa pun.

Mereka mengapit bungkusan kresek transparan yang memperlihatkan isi di dalamnya. Terlihat potongan-potongan nanas berwarna pucat teronggok di sana, hendak berbicara sesuatu kepada kita. Ada yang hamil di luar nikah.

Sudah Darurat dan Rentan Tengkes

Percakapan di Komisi IX DPR RI berkait fenomena ini, tayang di situs web dpr.go.id. Kita bisa mendapatinya melalui tajuk Kurniasih: Kasus Anak Hamil di Luar Nikah Sudah Darurat yang bertitimangsa 02-02-2023.

Dalam pernyataannya, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengutarakan keprihatinannya. Kurniasih menggunakan kesempatan itu untuk mengungkapkan laporan Good Mention Institute. Disebutkan bahwa dalam periode waktu antara 2015 hingga 2019, angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia telah mencapai 40% dari keseluruhan jumlah kehamilan.

"Ini menjadi keprihatinan kita bersama di mana angka dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah sangat tinggi,” ujar Kurniasih. Ia mengkhawatirkan ada banyak korban berkaitan dengan tindakan ini.

Review Film Telur Setengah Matang: Labirin Sesal Tak Berujung

Foto:Viddsee Indonesia

Bagi Kurniasih, mayoritas persoalan kehamilan yang tidak diinginkan, bisa berakhir dengan tindakan aborsi. Sebab apabila pilihannya berlanjut menuju jenjang pernikahan, maka ada banyak ketidaksiapan menanti.

Situasinya rumit untuk dijalani. Kehamilan pada pasangan yang belum siap menikah dan hamil, bisa berakibat pada kondisi bayi tengkes (stunting). Selain itu, mental pasangan yang belum siap akan memicu konflik rumah tangga, yang bisa berujung pada perceraian.

Data yang lebih mutakhir disampaikan pada Juli lalu oleh Felly Lastiawati, Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, kepada media massa. Felly mengungkap data bahwa permohonan pernikahan anak di Kemenag Kota Bandung sepanjang 2023, mencapai 76 pengajuan.

Lebih jauh Felly mengatakan bahwa dari antara 76 pengajuan tersebut, hanya 10 yang ditolak. Sebab selebihnya sudah dalam kondisi mengandung. Hampir 90% di antaranya disebabkan oleh kehamilan di luar nikah.

"Jika merujuk data Kemenag Kota Bandung, angka perkawinan anak masih sangat kecil jika dibandingkan daerah lain di Jawa Barat," katanya. Pada 2022 ada 143 perkawinan anak di Kota Bandung.

Menikah Bukan Solusi

Menikah ternyata bukan pilihan terbaik. Menurut pakar, menikahkan pasangan yang mengalami kehamilan di luar nikah, bukanlah solusi untuk mengatasi anak hamil di luar nikah.

"Apa pun alasannya, seks sebelum menikah itu tetap salah. Namun, orang tua sebaiknya tidak langsung menyalahkan dan menuding si anak. Apalagi jika ternyata si anak menjadi korban perkosaan," jelas psikolog Anna Surti Ariani kepada kompas.com.

Anna menyarankan kepada pihak orang tua agar mereka menenangkan diri terlebih dulu. Dalam situasi seperti ini orang tua harus paham bahwa bukan hanya mereka yang syok, tetapi juga si anak.

“Butuh keberanian ekstra dalam diri anak untuk mengakui hal ini kepada orang tuanya. Makanya saat anak sudah berani mengaku dan langsung dimarahi habis-habisan, ia akan jadi depresi. Orang tua harus tetap menjaga kondisi psikologis anaknya,” imbuhnya.

Menikahkan kedua remaja terkait pernikahan di luar nikah bukanlah satu-satunya solusi untuk menghindari aib. Jika keduanya menikah dengan kesadaran untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, mungkin tidak jadi masalah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1574 seconds (0.1#10.140)