CERMIN: Seperti Mirna Salihin, Keadilan juga Belum Berpihak pada Ben Glenroy
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2016. Tahun baru baru saja berlalu dan Indonesia diguncang prahara yang kelak memainkan emosi masyarakat hingga media selama berbulan-bulan lamanya.
Pada 6 Januari 2016, Mirna Salihin meninggal dalam usia 27 tahun. Mengikuti jejak Kurt Cobain hingga Amy Winehouse yang juga meninggal dalam usia yang sama. Tapi Mirna bukan figur publik atau bintang rock. Ia hanyalah anak seorang pengusaha yang juga tak populer.
Namun kematiannya sontak mengagetkan publik negeri ini. Mirna dinyatakan tewas karena meminum kopi Vietnam yang telah dicampur dengan sianida di Olivier Café, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Kasus ini lantas menyita perhatian publik selama berbulan-bulan. Sejak Januari hingga Oktober 2016, media televisi bahkan untuk pertama kalinya menyiarkan kasus persidangan. Setelah tujuh tahun berlalu, kasus ini kembali mencuat setelah Netflix mengangkatnya menjadi serial dokumenter berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.
Dalam semesta yang berbeda, seorang aktor yang mencoba peruntungannya di dunia teater, Ben Glenroy, juga tewas diracun jelang malam pembukaan pertunjukan teater Death Rattle yang dibintanginya. Berbeda dengan terbunuhnya Mirna yang hanya menunjuk satu tersangka tunggal, Jessica Wongso, terbunuhnya Ben justru mengarahkan kecurigaan ke banyak pihak.
Sekali lagi kita melihat bagaimana kacau balaunya tiga detektif amatir, Charles Haden-Savage, Oliver Putnam dan Mabel Mora, mencoba memecahkan kasus pembunuhan tersebut.
Foto: Disney+
Jika bisa memilih salah satu kompleks apartemen paling sial di dunia, bisa jadi jari telunjuk banyak orang akan mengarahkannya ke The Arconia. Dalam tiga musim serial Only Murders in the Building yang tayang di Disney+, setidaknya telah tiga kali terjadi pembunuhan di sana.
The Arconia terletak di Upper West Side di Manhattan, New York, dan sesungguhnya adalah kompleks apartemen elite yang seharusnya aman, nyaman dan tenteram buat semua penghuninya. Namun apa yang terjadi yang membuat malaikat maut tampak senang betul mencabut nyawa di sana?
Kreator John Hoffman dan Steve Martin, sebagaimana sebagian dari kita, mungkin juga tak pernah menyangka bahwa serial misteri bercampur komedi tersebut bisa begitu disukai banyak orang. Namun menyaksikan serial yang selalu dibuat dalam 10 episode untuk satu musimnya ternyata memang menyenangkan terutama bagi penggemar cerita modelan novel karya Agatha Christie.
Bedanya Only Murders in the Building dikemas ringan, tak perlu mengerutkan kening terlalu dalam untuk mencari tahu siapa pembunuh dan apa motivasinya. Juga selalu menghibur menyaksikan bagaimana dua aktor senior, Steve Martin dan Martin Short, dengan pengalaman panjang bisa berkolaborasi dengan asyik bersama bintang muda seperti Selena Gomez.
Yang paling ditunggu banyak penggemar serial Only Murders in the Building untuk musim ketiga adalah penampilan Paul Rudd dan Meryl Streep. Paul sudah muncul secara mengagetkan pada episode pamungkas musim kedua dengan kematiannya yang tragis, yang terjadi di atas panggung pertunjukan teater yang disutradarai Oliver.
Ben Glenroy yang diperankan Paul lagi-lagi membuat kejutan pada episode perdana musim ketiga. Karena ternyata ia harus mati untuk kedua kalinya. Ia berhasil lolos dari sergapan malaikat maut di atas panggung dan kelak akan mati secara mengenaskan dalam tradisi Only Murders in the Building: tewas di The Arconia.
Foto: Disney+
Cerita musim ketiga berpusat pada cara Oliver mencoba membangkitkan kembali pertunjukan teaternya yang porak-poranda pascakematian Ben. Juga pada cara trio detektif amatiran penggemar podcast cerita krirminal, Charles-Oliver-Mabel, yang kini berada di tengah pusaran peristiwa pembunuhan dan mencoba obyektif untuk mengungkap siapa pembunuh Ben.
Selain Paul, kehadiran aktris selevel Meryl Streep tentunya menjadi atraksi paling menarik dan paling ditunggu. Peraih tiga piala Oscar itu kembali bertransformasi sebagai Loretta Durkin, aktris yang terlambat berkembang.
Kita kembali melihat jam terbang Meryl memainkan peran biasa menjadi luar biasa menarik. Di tangannya, karakter Loretta yang tampak biasa-biasa saja menjadi salah satu highlight pada musim ketiga. Loretta menjadi salah satu karakter dengan masa lalu menarik, dengan hubungan rahasia yang berhasil disembunyikannya selama puluhan tahun.
Juga ketertarikannya dengan Oliver yang memperlihatkan sisi lain yang tak pernah kita lihat tentang laki-laki tua yang selalu tampak necis itu. Loretta dengan segala rahasia, dengan segala misteri yang digenggamnya selama puluhan tahun. Loretta dengan segala cara untuk memperlihatkan kasih sayangnya yang tak terbatas dengan anaknya menjadi salah satu bumbu paling menarik dari musim ketiga Only Murders in the Building.
Pertunjukan teater Death Rattle dari Oliver yang menjadi pusat semesta cerita musim ketiga memainkan kisah tentang bagaimana kompleksitas hubungan ibu dan anak. Menariknya, karena kisah itu dijalankan secara paralel dengan yang terjadi di balik layar pertunjukan tersebut.
Kita melihat hubungan duo produser ibu-anak, Donna dan Cliff DeMeo, yang selalu berciuman dengan saling menyentuh bibir masing-masing. Kita melihat bagaimana Donna dan Cliff kelak saling melindungi satu sama lain ketika sebuah peristiwa mendorong keduanya ke tebing terjal.
Foto: Disney+
Tak hanya berfokus pada Donna dan Cliff, musim ketiga Only Murders in the Building juga memberi ruang lebar pada kisah tentang Loretta dan masa lalunya. Ketika ia mengalami kehamilan tak diinginkan pada usia muda dan memilih untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi.
Namun kasih sayang seorang ibu selalu sepanjang jalan dan tak pernah putus maupun berkurang. Berpuluh tahun kemudian, Loretta masih mengikuti sepak terjang anaknya yang kelak membawanya ke pertunjukan teater Death Rattle. Kita juga akan melihat bagaimana Loretta membuat keputusan-keputusan sulit tanpa banyak pertimbangan demi melindungi sang anak yang hanya bisa dipandanginya dari jauh.
Sepanjang 10 episode musim ketiga,Only Murders in the Building mencoba membongkar siapa pembunuh Ben Glenroy dan apa motivasi sesungguhnya. Kasusnya bisa jadi sepelik kasus yang harus dihadapi Jessica Wongso sendirian ketika akhirnya ditetapkan sebagai pesakitan atas kasus tewasnya Mirna Salihin.
Begitu banyak orang yang lalu lalang dalam produksi pertunjukan teater, begitu banyak orang yang potensial menjadi tersangka, dan begitu banyak motif yang terungkap di balik kasus Ben. Kelak kita memang akan tahu siapa pembunuh si aktor dengan kisah manis persahabatan dengan perempuan-perempuan tua yang tak pernah diceritakannya kepada siapa pun.
Dengan susah payah diselingi pertikaian, kesalahpahaman, dan kecurigaan, trio Charles-Oliver-Mabel mencoba berdiri di sisi korban atas nama keadilan. Mereka menyelidiki pembunuhan sebagai bentuk tanggung jawab mereka sebagai warga negara yang baik. Bisa jadi juga sebagai cara untuk berdiri tegak di sisi keadilan. Tapi apakah keadilan akan berpihak pada korban?
Keadilan bisa bermakna apa pun bagi banyak orang. Masing-masing dari kita akan punya definisi kita masing-masing terkait keadilan. Sementara bagi Goenawan Mohamad, “keadilan bukanlah sekadar masalah kesalahan dan hukuman. Keadilan adalah lapisan humus dari ladang sebuah kebersamaan”.
Only Murders in the Building
Produser: Nick Pavonetti, Kristin Bernstein, Madeleine George, Tess Morris, Sas Goldberg
Sutradara: Jamie Babbitt, Cherien Dabis, John Hoffman, Chris Koch, Adam Shankman, Shari Springer Berman, Robert Pulcini
Penulis Skenario: John Hoffman, Ben Philippe, Madeleine George, Joshua Allen Griffith, Noah Levine, Jake Schnesel, Ben Smith, Matteo Borghese, Rob Turbovsky, Sas Goldberg, Elaine Ko, Tess Morris, J.J Philbin, Siena Streiber, Peter Swanson
Pemain: Steve Martin, Martin Short, Selena Gomez
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Pada 6 Januari 2016, Mirna Salihin meninggal dalam usia 27 tahun. Mengikuti jejak Kurt Cobain hingga Amy Winehouse yang juga meninggal dalam usia yang sama. Tapi Mirna bukan figur publik atau bintang rock. Ia hanyalah anak seorang pengusaha yang juga tak populer.
Namun kematiannya sontak mengagetkan publik negeri ini. Mirna dinyatakan tewas karena meminum kopi Vietnam yang telah dicampur dengan sianida di Olivier Café, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Kasus ini lantas menyita perhatian publik selama berbulan-bulan. Sejak Januari hingga Oktober 2016, media televisi bahkan untuk pertama kalinya menyiarkan kasus persidangan. Setelah tujuh tahun berlalu, kasus ini kembali mencuat setelah Netflix mengangkatnya menjadi serial dokumenter berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.
Dalam semesta yang berbeda, seorang aktor yang mencoba peruntungannya di dunia teater, Ben Glenroy, juga tewas diracun jelang malam pembukaan pertunjukan teater Death Rattle yang dibintanginya. Berbeda dengan terbunuhnya Mirna yang hanya menunjuk satu tersangka tunggal, Jessica Wongso, terbunuhnya Ben justru mengarahkan kecurigaan ke banyak pihak.
Sekali lagi kita melihat bagaimana kacau balaunya tiga detektif amatir, Charles Haden-Savage, Oliver Putnam dan Mabel Mora, mencoba memecahkan kasus pembunuhan tersebut.
Foto: Disney+
Jika bisa memilih salah satu kompleks apartemen paling sial di dunia, bisa jadi jari telunjuk banyak orang akan mengarahkannya ke The Arconia. Dalam tiga musim serial Only Murders in the Building yang tayang di Disney+, setidaknya telah tiga kali terjadi pembunuhan di sana.
The Arconia terletak di Upper West Side di Manhattan, New York, dan sesungguhnya adalah kompleks apartemen elite yang seharusnya aman, nyaman dan tenteram buat semua penghuninya. Namun apa yang terjadi yang membuat malaikat maut tampak senang betul mencabut nyawa di sana?
Kreator John Hoffman dan Steve Martin, sebagaimana sebagian dari kita, mungkin juga tak pernah menyangka bahwa serial misteri bercampur komedi tersebut bisa begitu disukai banyak orang. Namun menyaksikan serial yang selalu dibuat dalam 10 episode untuk satu musimnya ternyata memang menyenangkan terutama bagi penggemar cerita modelan novel karya Agatha Christie.
Bedanya Only Murders in the Building dikemas ringan, tak perlu mengerutkan kening terlalu dalam untuk mencari tahu siapa pembunuh dan apa motivasinya. Juga selalu menghibur menyaksikan bagaimana dua aktor senior, Steve Martin dan Martin Short, dengan pengalaman panjang bisa berkolaborasi dengan asyik bersama bintang muda seperti Selena Gomez.
Yang paling ditunggu banyak penggemar serial Only Murders in the Building untuk musim ketiga adalah penampilan Paul Rudd dan Meryl Streep. Paul sudah muncul secara mengagetkan pada episode pamungkas musim kedua dengan kematiannya yang tragis, yang terjadi di atas panggung pertunjukan teater yang disutradarai Oliver.
Ben Glenroy yang diperankan Paul lagi-lagi membuat kejutan pada episode perdana musim ketiga. Karena ternyata ia harus mati untuk kedua kalinya. Ia berhasil lolos dari sergapan malaikat maut di atas panggung dan kelak akan mati secara mengenaskan dalam tradisi Only Murders in the Building: tewas di The Arconia.
Foto: Disney+
Cerita musim ketiga berpusat pada cara Oliver mencoba membangkitkan kembali pertunjukan teaternya yang porak-poranda pascakematian Ben. Juga pada cara trio detektif amatiran penggemar podcast cerita krirminal, Charles-Oliver-Mabel, yang kini berada di tengah pusaran peristiwa pembunuhan dan mencoba obyektif untuk mengungkap siapa pembunuh Ben.
Selain Paul, kehadiran aktris selevel Meryl Streep tentunya menjadi atraksi paling menarik dan paling ditunggu. Peraih tiga piala Oscar itu kembali bertransformasi sebagai Loretta Durkin, aktris yang terlambat berkembang.
Kita kembali melihat jam terbang Meryl memainkan peran biasa menjadi luar biasa menarik. Di tangannya, karakter Loretta yang tampak biasa-biasa saja menjadi salah satu highlight pada musim ketiga. Loretta menjadi salah satu karakter dengan masa lalu menarik, dengan hubungan rahasia yang berhasil disembunyikannya selama puluhan tahun.
Juga ketertarikannya dengan Oliver yang memperlihatkan sisi lain yang tak pernah kita lihat tentang laki-laki tua yang selalu tampak necis itu. Loretta dengan segala rahasia, dengan segala misteri yang digenggamnya selama puluhan tahun. Loretta dengan segala cara untuk memperlihatkan kasih sayangnya yang tak terbatas dengan anaknya menjadi salah satu bumbu paling menarik dari musim ketiga Only Murders in the Building.
Pertunjukan teater Death Rattle dari Oliver yang menjadi pusat semesta cerita musim ketiga memainkan kisah tentang bagaimana kompleksitas hubungan ibu dan anak. Menariknya, karena kisah itu dijalankan secara paralel dengan yang terjadi di balik layar pertunjukan tersebut.
Kita melihat hubungan duo produser ibu-anak, Donna dan Cliff DeMeo, yang selalu berciuman dengan saling menyentuh bibir masing-masing. Kita melihat bagaimana Donna dan Cliff kelak saling melindungi satu sama lain ketika sebuah peristiwa mendorong keduanya ke tebing terjal.
Foto: Disney+
Tak hanya berfokus pada Donna dan Cliff, musim ketiga Only Murders in the Building juga memberi ruang lebar pada kisah tentang Loretta dan masa lalunya. Ketika ia mengalami kehamilan tak diinginkan pada usia muda dan memilih untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi.
Namun kasih sayang seorang ibu selalu sepanjang jalan dan tak pernah putus maupun berkurang. Berpuluh tahun kemudian, Loretta masih mengikuti sepak terjang anaknya yang kelak membawanya ke pertunjukan teater Death Rattle. Kita juga akan melihat bagaimana Loretta membuat keputusan-keputusan sulit tanpa banyak pertimbangan demi melindungi sang anak yang hanya bisa dipandanginya dari jauh.
Sepanjang 10 episode musim ketiga,Only Murders in the Building mencoba membongkar siapa pembunuh Ben Glenroy dan apa motivasi sesungguhnya. Kasusnya bisa jadi sepelik kasus yang harus dihadapi Jessica Wongso sendirian ketika akhirnya ditetapkan sebagai pesakitan atas kasus tewasnya Mirna Salihin.
Begitu banyak orang yang lalu lalang dalam produksi pertunjukan teater, begitu banyak orang yang potensial menjadi tersangka, dan begitu banyak motif yang terungkap di balik kasus Ben. Kelak kita memang akan tahu siapa pembunuh si aktor dengan kisah manis persahabatan dengan perempuan-perempuan tua yang tak pernah diceritakannya kepada siapa pun.
Dengan susah payah diselingi pertikaian, kesalahpahaman, dan kecurigaan, trio Charles-Oliver-Mabel mencoba berdiri di sisi korban atas nama keadilan. Mereka menyelidiki pembunuhan sebagai bentuk tanggung jawab mereka sebagai warga negara yang baik. Bisa jadi juga sebagai cara untuk berdiri tegak di sisi keadilan. Tapi apakah keadilan akan berpihak pada korban?
Keadilan bisa bermakna apa pun bagi banyak orang. Masing-masing dari kita akan punya definisi kita masing-masing terkait keadilan. Sementara bagi Goenawan Mohamad, “keadilan bukanlah sekadar masalah kesalahan dan hukuman. Keadilan adalah lapisan humus dari ladang sebuah kebersamaan”.
Only Murders in the Building
Produser: Nick Pavonetti, Kristin Bernstein, Madeleine George, Tess Morris, Sas Goldberg
Sutradara: Jamie Babbitt, Cherien Dabis, John Hoffman, Chris Koch, Adam Shankman, Shari Springer Berman, Robert Pulcini
Penulis Skenario: John Hoffman, Ben Philippe, Madeleine George, Joshua Allen Griffith, Noah Levine, Jake Schnesel, Ben Smith, Matteo Borghese, Rob Turbovsky, Sas Goldberg, Elaine Ko, Tess Morris, J.J Philbin, Siena Streiber, Peter Swanson
Pemain: Steve Martin, Martin Short, Selena Gomez
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)