CERMIN: MD Pictures (seharusnya) Bisa Bikin Film Horor yang Inventif
loading...

Film horor Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul punya nilai produksi yang tinggi, tapi masih kurang menampilkan kebaruan. Foto/MD Pictures
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2023. Sebuah film horor rilisan Australia menggegerkan dunia. Judulnya Talk To Me yang 'cuma' berbiaya USD4,5 juta dolar tapi sejauh ini sudah menghasilkan hingga USD69 juta dolar.
Padahal Talk To Me punya premis yang terasa mirip betul dengan Jelangkung dan variannya. Film besutan Rizal Mantovani yang pada awalnya dirilis terbatas di bioskop pada 2001 mendefinisikan ulang bagaimana film horor kontemporer sebaiknya dibuat.
Lebih dari 20 tahun sejak Jelangkung dirilis dan menjadi fenonema, horor menjadi salah satu genre favorit penonton. Hasilnya produksi film horor berlimpah, sebagian besar di antaranya diproduksi hanya dengan niat untuk mengeruk cuan dan akhirnya memang menghasilkan tontonan sampah.
Rumah produksi MD Pictures pun sejak awal berdirinya banyak memproduksi film horor. Namun setelah sukses fenomenal KKN Di Desa Penari tahun lalu dan menjadi film Indonesia terlaris sepanjang sejarah, MD Pictures tampak terus berbenah. Hasil paling mutakhir bisa terbaca pada film horor terbaru mereka, Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul.
![CERMIN: MD Pictures (seharusnya) Bisa Bikin Film Horor yang Inventif]()
Judul sebelumnya sempat dibuat menjadi serial yang tayang di layanan streaming yang sudah almarhum, iflix, dan sempat menjadi populer. Namun meski sama-sama dibintangi Deva Mahenra, ada niat besar dari MD Pictures untuk merakit ulang sebuah kisah yang segar. Di tangan Awi Suryadi, Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul memang mesti dipujikan aspek teknisnya yang cemerlang.
Kisahnya sebenarnya sudah berulang kali dituturkan dengan penambahan sana-sini tapi kita merasa masih tetap familier dengan materinya. Bahkan pendekatan skenario yang ditulis trio Agasyah Karim, Khalid Kashogi, dan Awi Suryadi tersebut pasti mengingatkan kita pada bagaimana semesta The Conjuring mengawali ceritanya.
Kita akan berkenalan dengan Hao yang memiliki kemampuan melakukan retrokognisi – semacam keahlian untuk melakukan perjalanan ke masa lalu melalui katalis benda-benda tertentu. Cerita memberi tempo yang baik untuk memperkenalkan bagaimana Hao mendapatkan kemampuan itu, bagaimana kemampuan itu berdampak pada diri dan keluarganya, serta terutama bagaimana kelak kemampuan itu dimanfaatkannya untuk menolong sesama.
Kita juga akan berkenalan dengan sidekick Hao bernama Rida yang kenes dengan lontaran celetukan yang mudah mengundang tawa. Keduanya rajin mengadakan seminar untuk tujuan jelas: mencari uang. Rida bahkan menegaskan dirinya sebagai manajer Hao, sebuah posisi yang langsung membuat penonton mengerti bahwa Rida tak pernah diplot sebagai love interest Hao.
Padahal Talk To Me punya premis yang terasa mirip betul dengan Jelangkung dan variannya. Film besutan Rizal Mantovani yang pada awalnya dirilis terbatas di bioskop pada 2001 mendefinisikan ulang bagaimana film horor kontemporer sebaiknya dibuat.
Lebih dari 20 tahun sejak Jelangkung dirilis dan menjadi fenonema, horor menjadi salah satu genre favorit penonton. Hasilnya produksi film horor berlimpah, sebagian besar di antaranya diproduksi hanya dengan niat untuk mengeruk cuan dan akhirnya memang menghasilkan tontonan sampah.
Baca Juga :
Review RUN BOY RUN: Positif Berpenyakit
Rumah produksi MD Pictures pun sejak awal berdirinya banyak memproduksi film horor. Namun setelah sukses fenomenal KKN Di Desa Penari tahun lalu dan menjadi film Indonesia terlaris sepanjang sejarah, MD Pictures tampak terus berbenah. Hasil paling mutakhir bisa terbaca pada film horor terbaru mereka, Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul.
.jpg)
Judul sebelumnya sempat dibuat menjadi serial yang tayang di layanan streaming yang sudah almarhum, iflix, dan sempat menjadi populer. Namun meski sama-sama dibintangi Deva Mahenra, ada niat besar dari MD Pictures untuk merakit ulang sebuah kisah yang segar. Di tangan Awi Suryadi, Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul memang mesti dipujikan aspek teknisnya yang cemerlang.
Kisahnya sebenarnya sudah berulang kali dituturkan dengan penambahan sana-sini tapi kita merasa masih tetap familier dengan materinya. Bahkan pendekatan skenario yang ditulis trio Agasyah Karim, Khalid Kashogi, dan Awi Suryadi tersebut pasti mengingatkan kita pada bagaimana semesta The Conjuring mengawali ceritanya.
Kita akan berkenalan dengan Hao yang memiliki kemampuan melakukan retrokognisi – semacam keahlian untuk melakukan perjalanan ke masa lalu melalui katalis benda-benda tertentu. Cerita memberi tempo yang baik untuk memperkenalkan bagaimana Hao mendapatkan kemampuan itu, bagaimana kemampuan itu berdampak pada diri dan keluarganya, serta terutama bagaimana kelak kemampuan itu dimanfaatkannya untuk menolong sesama.
Kita juga akan berkenalan dengan sidekick Hao bernama Rida yang kenes dengan lontaran celetukan yang mudah mengundang tawa. Keduanya rajin mengadakan seminar untuk tujuan jelas: mencari uang. Rida bahkan menegaskan dirinya sebagai manajer Hao, sebuah posisi yang langsung membuat penonton mengerti bahwa Rida tak pernah diplot sebagai love interest Hao.
Lihat Juga :