Susah BAB? Mungkin Kamu Terkena Depresi

Kamis, 09 Mei 2019 - 11:45 WIB
Susah BAB? Mungkin Kamu Terkena Depresi
Susah BAB? Mungkin Kamu Terkena Depresi
A A A

Ternyata mengalami konstipasi, sembelit, atau susah buang air besar bisa terkait dengan kesehatan mental.

Ini bukan kesimpulan yang mengada-ada. Sebuah studi baru-baru ini menyebut bahwa ada hubungan antara sembelit dan depresi. Dua kondisi ini punya benang merah, yaitu rendahnya tingkat serotonin.

Serotonin adalah hormon yang di antaranya berperan dalam mengatur nafsu makan, tidur, dan mood alias suasana hati.

Penelitian ini pun berlanjut dengan melakukan percobaan eksperimental pada tikus untuk meningkatkan kadar serotonin pada usus dan otak hewan tersebut. Hasilnya, kondisi tikus memang jadi lebih baik.

Sebelumnya, sudah ada penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa beberapa orang yang depresi memiliki kadar serotonin yang rendah.

Tapi penelitian baru yang diterbitkan dalam Gastroenterology, secara langsung menyatakan ada hubungan antara kekurangan serotonin dalam usus dengan sembelit. Soalnya, ternyata ada sepertiga orang yang depresi ternyata juga mengalami sembelit kronis.

"Usus itu sering disebut 'otak kedua' tubuh," kata Dr. Kara Gross Margolis, kepala penelitian ini, dalam sebuah pernyataan, dikutip Bustle.

"Usus mengandung lebih banyak neuron daripada sumsum tulang belakang, dan menggunakan banyak neurotransmiter yang sama dengan otak. Jadi tidak usah heran kalau kedua kondisi tersebut dapat disebabkan oleh proses yang sama," ujarnya lagi.

Sementara itu, tikus-tikus dalam penelitian ini semuanya memiliki mutasi genetik yang terkait dengan depresi berat pada manusia. Kondisi ini juga mengganggu kemampuan tikus untuk menghasilkan serotonin di otak dan usus.

Tiap tikus menunjukkan gejala depresi. Selain itu, kadar serotonin yang lebih rendah di usus bermanifestasi menjadi lapisan usus yang memburuk.

Gerakan zat pun terhenti melalui saluran GI tikus, yang setara dengan kondisi tikus sembelit.

Penelitian-penelitian ini pun bisa menjadi dasar untuk penelitian pada masa mendatang yang berfokus pada perawatan untuk kesehatan mental yang menargetkan area selain otak.

Penelitian lebih lanjut memang masih diperlukan, tapi penelitian ini menawarkan pandangan bahwa stres dan gangguan kesehatan mental seperti depresi mungkin terkait oleh faktor-faktor lain seperti kesehatan usus.
(her)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0788 seconds (0.1#10.140)